Pangkalan Angkutan Peziarah Direlokasi

Demak – Tim teknis penataan Alun-alun memutuskan akan melokalisasi pangkalan angkutan rombongan peziarah Masjid Agung di satu lokasi. Kebijakan ini mengakomodasi tuntutan pedagang di pujasera Masjid Agung.Hal tersebut mengemuka saat rapat koordinasi antara Komisi B DPRD Demak dengan tim teknis yang terdiri atas Bappeda, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud), Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM (Dinperindagkop UMKM), Satpol PP dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dinhubkominfo). Rapat koordinasi ini dipimpin Ketua Komisi B, Suradi dan dihadiri dua anggota yakni Farodli serta Giyon Supeno.

Koordinator tim teknis, M Ridwan menyampaikan, revitalisasi Alun-alun bertujuan menjaga estetika dan konstruksi Masjid Agung. Getaran bus-bus besar pengangkut rombongan peziarah dinilai bisa membahayakan konstruksi bangunan masjid yang telah ditetapkan sebagai warisan cagar budaya.

”Begitu Alun-alun sudah selesai direvitalisasi, kami tindaklanjuti dengan penataan PKL dan pengalihan areal parkir bus wisata ke Lapangan Tem­biring,” katanya, belum lama ini.

Penataan alun-alun, menurutnya, menjadi program prioritas mengingat angka kunjungan wisatawan ke Masjid Agung dari tahun ke tahun mengalami peningkatan signifikan. Sepanjang 2013, wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata religi itu mencapai 1,5 juta orang.

Sehubungan hal itu, PKL eks Alun-alun direlokasi ke areal parkir depan Lapangan Tembiring. Di luar prediksi, PKL yang tergabung dalam Paguyuban Pedagang Glagah Wangi ini jumlahnya membengkak yakni dari 228 menjadi 317 orang.

Tidak dipungkiri bahwa 89 dari 317 pedagang itu memang belum terakomodasi lantaran jumlah PKL yang ”beranak pinak”.

Selanjutnya, terkait penolakan PKL eks Alun-alun oleh Asosiasi Pedagang dan Pekerja Pariwisata Bintoro (AP3B) di Lapangan Tembiring telah dicapai kesepakatan.

Lokasi parkir bus rombongan peziarah yang semula akan dipindahkan dari areal depan ke tengah tidak jadi direalisasikan. Bus-bus besar tersebut justru akan di­minta parkir di areal belakang.

Rombongan peziarah yang akan menuju Masjid Agung akan diangkut oleh andong dan becak pada pagi dan siang serta ojek motor ketika malam.

Ketiga moda transportasi itu akan ditempatkan pada satu pangkalan yakni depan gerbang Lapangan Tembiring. Sedang­kan, peziarah yang diangkut dari Lapangan Tembiring hanya bisa turun di depan Masjid Agung.

”Peziarah yang akan kembali ke Lapangan Tembiring hanya boleh diangkut ojek motor yang kami pusatkan di luar gerbang pujasera. Kebijakan ini untuk memberi kesempatan peziarah yang akan membeli oleh-oleh di pujasera,” imbuhnya.

Peziarah nantinya tidak lagi terganggu oleh aksi rebutan cari penumpang yang dilakukan pengojek motor. Pihaknya juga akan menerapkan sistem nomor urut agar tidak terjadi konflik sesame pengojek. Kebijakan tersebut mengadopsi dari penataan ojek kawasan makam Sunan Bonang di Tuban, Jatim.

Sejauh ini, keberadaan tukang ojek tersebut mencapai lebih dari 300 orang. Mereka tergabung dalam paguyubaan ojek Baruklinting, ojek pemuda Kauman serta ojek malam hari Tembiring.

Menyikapi hal itu, Suradi meminta kebijakan ini agar lebih intensif disosialisasikan sehingga tidak berpotensi memunculkan permasalahan baru. Ke depan, pedagang-pedagang yang belum terakomodasi baik di pujasera maupun Lapangan Tembiring agar dipikirkan pada penataan tahap berikutnya. *(Humas Demak–NDR)