Morosari dan Morodemak Jadi Objek Penelitian Mangrove Internasional

SEMARANG- Pantai Morosari dan Pantai Morodemak dijadikan objek penelitian mangrove internasional. Pasalnya, mangrove ekosistem yang berada di pantai utara Jawa itu keadaannya sudah rusak. Hal itu diungkapkan Dekan FPIK Undip Prof Dr Johannes Hutabarat pada acara Applying Project Cycle Tools to Support Integrated Costal Management, Regional Training Course Mangrove for the Future Initi
ative di Hotel Novotel belum lama ini. ’’Karena itulah para peserta training diharuskan membuat proposal yang berisi tentang solusi perbaikan ekosistem di lokasi tersebut.’’

Yang jelas, kata dia, harus berbasis pada ekonomi masyarakat, dan mereduksi bencana alam. Ditambahkannya, untuk perbaikan daerah pesisir butuh koordinasi lintas instansi seperti Dephut, DKP, pemprov, dan sebagainya. ’’Karena itulah semua elemen harus berpartisipasi, terutama masyarakat pesisir.’’ Ditambahkannya, hanya 10% dari 236 km (panjang pantai utara Jawa) yang masih dalam keadaan baik. Sebagai tambahan informasi, Indonesia National Coordinating Body (NCB) selain FPIK Undip yang memprakarsai training tersebut telah memilih Kabupaten Demak sebagai salah satu proyek kunci implementasi proyek Mangroves for the Future (MFF). Kegiatan tersebut diikuti oleh 36 orang dari delapan negara.
Berubah Ujud Koordinator Mangroves for the Future (MFF) Dr Donald Macintosh menjelaskan, perubahan iklim dan ulah manusia menyebabkan ribuan hektare hutan mangrove berubah ujud menjadi tambak Udang di Kabupaten Demak sejak dasawarsa terakhir.

Akibatnya, kata dia, air laut menyerbu, dan membuat banjir tambak dan perumahan penduduk di area antara Pantai Morosari dan Morodemak. Lebih dari 200 rumah terpaksa direlokasi. ’’Hilangnya hutan mangrove, penurunan tanah, serta naiknya air laut memberi kontribusi pada terjadinya banjir.’’

Sebenarnya, kata dia, masyarakat pesisir pantai sudah tahu manfaat mangrove bagi keberlangsungan hidup mereka. ’’Namun kemudian datang orang luar yang membuat tambak di sana. Memang faktanya, lokasi di sekitar mangrove tergolong daerah yang subur.’’

Karenanya pada pertemuan tersebut, sambungnya, akan fokus pada alat penerapan manajemen yang dapat menopang masalah lingkungan di Demak dan daerah pesisir lain yang rapuh. Pembicara lain, pakar penanganan bencana dari Swiss Glenn Dolcemascolo mengungkapkan, bencana memang tidak bisa dicegah.

Tapi hal itu bisa direduksi. ’’Pertama, harus mengenal karateristik masing-masing daerah, apakah suatu daerah rawan banjir, tanah longsor, atau bencana lain.’’ Setelah itu, sambung dia, masyarakat disiapkan. Maksudnya, mereka sejak dini harus tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang.